MEDIA DEMOKRASI, Bandarlampung - Kepolisian Daerah (Polda) Lampung menetapkan dua oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai tersangka aksi pemerasan terhadap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdoel Moeloek.
"Kedua pelaku pemerasan yang kami tetapkan sebagai tersangka yakni W dan F," kata Direktur Ditreskrimum Polda Lampung Kombes Pol. Indra Hermawan, Selasa (23/9/2025).
Dia mengatakan, atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 368 KUHP tentang pemerasan dengan ancaman pidana penjara paling lama 9 tahun.
"Kemudian Pasal 369 KUHP tentang pengancaman disertai pencemaran nama baik atau pembukaan rahasia dengan ancaman pidana hingga 4 tahun dan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tajam tanpa izin dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara," kata dia.
Dia menyampaikan bahwa Polda Lampung menegaskan komitmennya untuk menindak tegas segala bentuk tindak pidana pemerasan dan pengancaman, terlebih yang dilakukan oleh oknum yang berlindung di balik nama organisasi masyarakat atau LSM.
“Proses hukum akan kami lakukan secara profesional dan transparan sesuai ketentuan yang berlaku,” kata dia.
Indra pun menjelaskan kronologi peristiwa penangkapan oknum LSM tersebut di mana pemerasan bermula pada Juli 2025, ketika tersangka W menghubungi korban, seorang pejabat publik, melalui pesan singkat WhatsApp.
"W memperkenalkan diri dan mulai mengirimkan tautan berita yang dimuat di portal miliknya. Berita-berita tersebut menurut korban tidak sesuai dengan fakta dan bertendensi menekan secara psikologis," kata di.
Ia menyebutkan pesan-pesan bernada intimidatif terus dikirimkan oleh tersangka, termasuk pernyataan ancaman seperti 'mungkin saya akan masuk dengan cara binatang" ketika korban tidak menanggapi komunikasi lebih lanjut.
"Puncaknya terjadi pada 18 September 2025, saat korban memperoleh informasi terkait rencana aksi demonstrasi yang digagas oleh LSM Gepak Lampung dan Fagas Lampung, dengan tuntutan reformasi manajemen RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Diduga, aksi ini digunakan sebagai alat tekanan terhadap korban,"kata dia.
Kemudian, lanjut dia, korban mengutus seorang staf berinisial S untuk bertemu dengan W dan F. Dalam pertemuan tersebut, tersangka meminta kompensasi berupa dua paket proyek masing-masing senilai Rp200 juta atau pembayaran tunai sebesar 20 persen (Rp80 juta) agar aksi demonstrasi dibatalkan dan pemberitaan negatif dihentikan.
"S tidak mampu memenuhi permintaan tersebut dan hanya menyerahkan uang sebesar Rp20 juta pada 21 September 2025. Tidak lama kemudian, tersangka kembali menghubungi perwakilan korban, menuntut sisa pembayaran dan melontarkan ancaman," kata dia.
Ia mengatakan, menindaklanjuti laporan yang masuk, Tim Tekab 308 segera melakukan penelusuran dan penangkapan terhadap kedua tersangka. Saat penangkapan, polisi juga mengamankan satu unit kendaraan Toyota Rush warna hitam dengan nomor polisi yang tidak sesuai dengan dokumen STNK.
“Dari hasil penggeledahan, ditemukan pula dua bilah senjata tajam jenis pisau dan celurit yang disimpan dalam kendaraan pelaku,” terang Kabid Humas.
Selain itu, lanjut dia, turut diamankan beberapa unit ponsel milik tersangka yang digunakan dalam komunikasi, dokumen proposal aksi, serta surat dari koalisi LSM yang diduga digunakan sebagai alat tekanan.
"Penyidik juga menemukan bahwa kasus ini bukan kali pertama dilakukan oleh pelaku, dan ada dugaan korban lainnya yang belum melapor. Maka kami mengimbau kepada masyarakat yang merasa pernah menjadi korban pemerasan serupa untuk tidak ragu melapor ke Polda Lampung,” kata Indra.
Sumber : ANTARA
Jalan G Obos IX No. 26 Kota Palangka Raya
081351921771
mediademokrasi@gmail.com
Copyright © 2020 Media Demokrasi All rights reserved. | Redaksi | Pedoman Media Cyber | Disclimer